Sabtu, 26 April 2014

Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Provinsi



Perbandingan Tingkat Kesejahteraan Provinsi

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat data kemiskinan di Indonesia masih cukup besar dan tidak merata. Dari 31,02 juta penduduk yang hidup miskin, sebagian besarnya (55,83%) menetap di Pulau Jawa.
Plh Deputi Bidang Kemiskinan Ketenagakerjaan dan UKM Bappenas Prasetijono Widjojo menyatakan bahwa Pulau Jawa ini menempati peringkat pertama dibanding Pulau Sumatra yang ada di peringkat kedua dengan prosentase 21,44% dari total 31 juta penduduk miskin.
Sementara itu, Bali dan Nusa Tenggara Timur serta Sulawesi merupakan wilayah dengan peringkat ketiga dan keempat. Masing-masing untuk Sulawesi 7,6%, Bali dan Nusa Tenggara 7,1%, Kalimantan 3,3%, Papua 3,3% dan Maluku 1,5%.
Selain mencatat jumlah penduduk miskin, Bappenas juga mencatat masih terjadi kesenjangan tingkat kemiskinan yang signifikan antar provinsi di Indonesia. Tercatat dari 33 provinsi, ada 17 yang memiliki tingkat kemiskinan di bawah rata-rata nasional. “16 provinsi lainnya sudah memiliki tingkat kemiskinan di atas rata-rata nasional,” kata Prasetijono di Jakarta, Rabu (8/12).
Provinsi yang masih memiliki tingkat kemiskinan dua kali lipat dari rata-rata nasional (13,33%) adalah Papua sebesar 36,80%, Papua Barat 34,88% dan Maluku sebesar 27,74%. Untuk pulau Sumatra, provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan di atas rata-rata nasional yakni Aceh, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung.
Di Pulau Jawa dan Bali, sebanyak tiga provinsi yakni Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur tercatat sebagai provinsi yang tingkat kemiskinanya di atas rata-rata nasional.
Data lain adalah, tingkat kemiskinan di daerah pedesaan secara signifikan masih lebih tinggi dibanding dengan daerah perkotaan. Tercatat tingkat kemiskinan di daerah per desaan Indonesia mencapai 16,56% sedang di perkotaan adalah sebesar 9,87%.
Namun demikian, Prasetijono mengatakan bahwa dengan menggunakan garis kemiskinan nasional yang berlaku, tingkat kemiskinan secara umum cenderung terun menurun selama periode 1976-1996.
Krisis ekonomi pada 1997/1998 adalah faktor utama yang membuat angka kemiskinan di Indonesia meningkat secara drastis dari angka 22,5 juta penduduk miskin pada 1996, menjadi 49,5 juta pada 1997/1998. Angka ini kini berangsur turun menjadi tinggal 31 juta per Maret 2010.
Satu hal yang masih menjadi sorotan adalah ditemukan indeks kedalaman kemiskinan yang masih ditemukan tinggi di beberapa daerah, yakni Papua Barat dengan indeks 11,52, Papua 11,51, Maluku 6,94, Gorontalo 6,26, Aceh 4,87, Sulawesi Tengah 4,8, Yogyakarta 4,74 dan Nusa Tenggara Timur 4,47.
Indeks kedalaman kemiskinan adalah indikator yang mengukur kesenjangan pengeluaran rata-rata penduduk miskin terhadap garis kemiskinan nasional.
Tingkat Pengangguran
Angka pengangguran di Indonesia masih sangat mencengangkan. Menurut data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, jumlah penganggur terbuka di Indonesia mencapai 8,32 juta orang atau 7,14 persen dari 116,53 juta orang angkatan kerja.
Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Februari 2008 mencapai 111,48 juta orang, bertambah 1,54 juta orang dibanding jumlah angkatan kerja Agustus 2007 sebesar 109,94 juta orang atau bertambah 3,35 juta orang dibanding Februari 2007 sebesar 108,13 juta orang.
Jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia pada Februari 2008 mencapai 102,05 juta orang, bertambah 2,12 juta orang jika dibandingkan dengan keadaan pada Agustus 2007 sebesar 99,93 juta orang, atau bertambah 4,47 juta orang jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2007 sebesar 97,58 juta orang.
Jumlah penganggur pada Februari 2008 mengalami penurunan sebesar 584 ribu orang dibandingkan dengan keadaan Agustus 2007 yaitu dari 10,01 juta orang pada Agustus 2007 menjadi 9,43 juta orang pada Februari 2008, dan mengalami penurunan sebesar 1,12 juta orang jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2007 sebesar 10,55 juta orang.
Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada Februari 2008 mencapai 8,46 persen, mengalami penurunan dibandingkan keadaan Agustus 2007 yang besarnya 9,11 persen, demikian juga terhadap keadaan Februari 2007 yang besarnya 9,75 persen.
Situasi ketenagakerjaan pada bulan Februari 2008, hampir di seluruh sektor mengalami peningkatan jumlah pekerja jika dibandingkan dengan keadaan Februari 2007. Sektor yang mengalami peningkatan jumlah pekerja tertinggi berturut-turut yaitu: sektor jasa kemasyarakatan naik 1,82 juta orang serta sektor perdagangan naik 1,26 juta orang.
Dari sisi gender, partisipasi perempuan dalam lapangan kerja meningkat signifikan. Selama Februari 2007-Februari 2008, jumlah pekerja perempuan bertambah 3,26 juta orang dan laki-laki hanya bertambah 1,21 juta orang. Kenaikan pekerja perempuan terbesar terjadi di sektor perdagangan yaitu 1,51 juta orang dan sektor pertanian sebesar 740 ribu orang.
BPS melakukan survei setiap Februari dan Agustus per tahun, dari hasil survei diketahui sumber pengangguran dari lulusan SMK sebesar 17,26 persen, lulusan SMA 14,31 persen, lulusan Universitas 12,59 persen, lulusan Diploma 11,21 persen, lulusan SMP 9,39 persen, lulusan SD dan tidak sekolah 35,24 persen.

Ketimpangan antara penawaran tenaga kerja dan kebutuhan
Tahun depan diperkiraan akan muncul pencari tenaga kerja baru sekitar 1,8 juta orang, sedangkan yang bisa ditampung saat ini dalam sektor formal hanya 29%. Sisanya di sektor informal atau menjadi pengangguran.
Solusi menurut saya, agar tingkat kemiskinan dan pengangguran dapat berkurang dengan ada nya kerja keras dari diri sendiri dan berniat untuk bekerja. terkadang seseorang enggan bekerja karna malas atau kurangnya lapangan pekerjaan, saya setuju jika di tingkatkan nya lapangan pekerjaan entah itu dari pabrik pabrik atau hanya sebagai bawahan biasa.


Referensi
blog.umy.ac.id/indonesiaku/kemiskinan-meningkat-di-pulau-jawa

Rabu, 09 April 2014

Perekonomian Indonesia

Sistem Perekonomian pada masa pemerintahan SBY

Kondisi perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.Terbukti, perekonomian Indonesia mampu bertahan dari ancaman pengaruh krisis ekonomi dan finansial yang terjadi di zona Eropa. Kinerja perekonomian Indonesia akan terus bertambah baik, tapi harus disesuaikan dengan kondisi global yang sedang bergejolak. Ekonomi Indonesia akan terus berkembang, apalagi pasar finansial, walaupun sempat terpengaruh krisis, tetapi telah membuktikan mampu bertahan. Sementara itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia.Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berhasil mendobrak dan menjadi katarsis terhadap kebuntuan tersebut. Korupsi dan kemiskinan tetap menjadi masalah di Indonesia. Namun setelah beberapa tahun berada dalam kepemimpinan nasional yang tidak menentu, SBY telah berhasil menciptakan kestabilan politik dan ekonomi di Indonesia.
Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara.Perkembangan yang terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang signifikan terhadap persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makroekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat kebijakan kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial. Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Selain itu, pada periode ini pemerintah melaksanakan beberapa program baru yang dimaksudkan untuk membantu ekonomi masyarakat kecil diantaranya PNPM Mandiri dan Jamkesmas. Pada prakteknya, program-program ini berjalan sesuai dengan yang ditargetkan meskipun masih banyak kekurangan disana-sini.

Sumber :

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/04/perekonomian-indonesia-di-era-reformasi/
http://ambaratmodjo.blogspot.com/2011/03/perekonomian-indonesia-pada-masa.html