NAMA : Cut Rifka Angeline
NPM : 21213968
KELAS : 4EB19
Pelanggaran Etika Bisnis ( Iklan Kartu XL dan Kartu AS)
1. Kasus : Persaingan Iklan Kartu XL dan Kartu As
Perang
provider celullar paling seru saat ini adalah antara XL dan Telkomsel.
Berkali-kali kita dapat melihat iklan-iklan kartu XL dan kartu
as/simpati (Telkomsel) saling menjatuhkan dengan cara saling memurahkan
tarif sendiri. Kini perang 2 kartu yang sudah ternama ini kian meruncing
dan langsung tak tanggung-tanggung menyindir satu sama lain secara
vulgar. Bintang iklan yang jadi kontroversi itu adalah SULE, pelawak
yang sekarang sedang naik daun. Awalnya Sule adalah bintang iklan XL. Di
XL, Sule bermain satu frame dengan bintang cilik Baim dan Putri Titian.
Di situ, si Baim disuruh om sule untuk ngomong, “om sule ganteng”, tapi dengan kepolosan dan kejujuran (yang tentu saja sudah direkayasa oleh sutradara ) si baim ngomong, “om sule jelek..”.
Setelah itu, sule kemudian membujuk baim untuk ngomong lagi, “om sule
ganteng” tapi kali ini si baim dikasih es krim sama sule. Tapi tetap
saja si baim ngomong, “om sule jelek”. XL membuat sebuah slogan, “sejujur baim, sejujur XL”.
Iklan ini dibalas oleh TELKOMSEL dengan meluncurkan iklan kartu AS.
Awalnya, bintang iklannya bukan sule, tapi di iklan tersebut sudah
membalas iklan XL tersebut dengan kata-katanya yang kurang lebih
berbunyi seperti ini, “makanya, jangan mau diboongin anak kecil..!!!”
Nggak cukup di situ, kartu AS meluncurkan iklan baru dengan bintang
sule. Di iklan tersebut, sule menyatakan kepada pers bahwa dia sudah
tobat. Sule sekarang memakai kartu AS yang katanya murahnya dari awal,
jujur. Sule juga berkata bahwa dia kapok diboongin anak kecil sambil
tertawa dengan nada mengejek. Perang iklan antar operator sebenarnya
sudah lama terjadi. Namun pada perang iklan yang satu ini, tergolong
parah. Biasanya, tidak ada bintang iklan yang pindah ke produk
kompetitor selama jangka waktu kurang dari 6 bulan. Namun pada kasus
ini, saat penayangan iklan XL masih diputar di Televisi, sudah ada iklan
lain yang “menjatuhkan” iklan lain dengan menggunakan bintang iklan
yang sama.
1. Teori dan Pembahasan
Etika
bisnis merupakan pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam
ekonomi atau bisnis dan semua pihak yang terkait dengan eksistensi
korporasi termasuk dengan para kompetitor untuk menghindari
penyimpangan-penyimpangan ilmu ekonomi dan mencapai tujuan atau
mendapatkan profit, sehingga kita harus menguasai sudut pandang ekonomi,
hukum, dan etika atau moral agar dapat mencapai target yang dimaksud.
Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau tercela, dan
karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia. Moralitas
selalu berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia, dan kegiatan
ekonomis merupakan suatu bidang perilaku yang sangat penting. Tetapi
belum pernah etika bisnis mendapat begitu banyak perhatian seperti
sekarang.
Perlu
diketahui tentang pendekatan diskritif etika dan moral yang meneliti
dan membahas secara ilmiah, kritis, rasional atas sikap dan perilaku
pebisnis sebagai manusia yang bermoral manusiawi. Pendekatan ini
menganalisa fakta-fakta keputusan bisnis dan patokan bermoral serta
mampu menggambarkan pengambilan sikap moral dan menyusun kode etik atau
kitab UU berdasarkan keyakinan moral. Oleh sebab itu didefenisikan
secara kritis istilah etika seperti keadilan, baik, yang utama atau
prioritas, tanggung jawab, kerahasiaan perusahaan, kejujuran dan
lain-lain, maka bisnis juga mempunyai kode etik dan moral. Dalam
berbisnis kita juga harus mengetahui tentang deontologi karena
deontologi didasarkan prinsip-prinsip pengelolaan ilmu ekonomi yang
berproses pada kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi sebelum
pengambilan keputusan bisnis dan didasarkan pada aturan-aturan moral
atau etika yang mengatur proses yang berakhir pada keputusan bisnis.
Jadi deontologi menilai baik buruknya aturan-aturan dan prinsip-prinsip
yang mendahului keputusan bisnisnya, serta menguji apakah
prinsip-prinsip sudah dijalankan serta merupakan kewajiban bagi pelaku
atau yang terlibat didalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan
bisnis tersebut. Dalam kasus diatas dapat kita nilai bagaimana kedua
perusahaan telah melanggar prinsip-prinsip dan aturan-aturan moral,
sehingga kedua perusahaan bersaing dengan tidak sehat dengan cara saling
membalas dan menjelek-jelekkan iklan yang seharusnya tidak perlu
dilakukan untuk menguasai pasaran dimasyarakat.
Dalam
mekanisme pasar bebas diberi kebebasan luas kepada pelaku bisnis untuk
melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi.
Disini pula pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti
mekanisme pasar. Peluang-peluang yang diberikan pemerintah telah memberi
kesempatan pada usaha-usaha tertentu untuk melakukan penguasaan pangsa
pasar secara tidak wajar. Keadaan tersebut didukung oleh orientasi
bisnis yang tidak hanya pada produk, promosi dan kosumen tetapi lebih
menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak lagi diperhatikan
dan akhirnya telah menjadi praktek monopoli, persengkongkolan dan
sebagainya. Pelanggaran etika bisnis dan persaingan tidak sehat dalam
upaya penguasaan pasar terasa marak ditayangan iklan di televisi. Dengan
lahirnya UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat diharapkan dapat mengurangi terjadinya
pelanggaran etika bisnis. Masalah pelanggaran etika sering muncul antara
lain seperti, dalam hal mendapatkan ide usaha, memperoleh modal,
melaksanakan proses produksi, pemasaran produk, pembayaran pajak,
pembagian keuntungan, penetapan mutu, penentuan harga, pembajakan tenaga
professional, blow-up proposal proyek, penguasaan pangsa pasar dalam
satu tangan, persengkokolan, mengumumkan propektis yang tidak benar,
penekanan upah buruh dibawah standar, insider traiding dan sebagainya.
Biasanya faktor keuntungan merupakan hal yang mendorong terjadinya
perilaku tidak etis dalam berbisnis. Dapat kita lihat contohnya pada
kasus di atas dimana kedua perusahaan provider saling bersaing untuk
menguasai dan memonopoli pasar. Perilaku tidak etis dalam kegiatan
bisnis sering juga terjadi karena peluang-peluang yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan disalah gunakan
dalam penerapannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang melanggar etika bisnis. Beberapa peraturan
perundang-undangan yang menghimpun pengaturan dan peraturan tentang
dunia iklan di Indonesia yang bersifat mengikat antara lain adalah
peraturan yang diatur oleh Undang-Undang, antara lain, UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, UU No. 24 tahun 1997 tentang Penyiaran, UU No. 7 tahun 1996, PP No. 69 tahun 1999.
Hal
yang aneh dalam kasus ini mengapa satu orang muncul dalam dua
penampilan iklan yang merupakan satu produk sejenis yang saling
bersaing, dalam waktu yang hampir bersamaan. Ada sebagian yang bilang,
apa yang dilakukan oleh Sule tidak etis dalam dunia periklanan. Mereka
menyoroti peran Sule yang dengan cepat berpindah kepada pelaku iklan
lain yang merupakan kompetitornya. Bila kita kaitkan dengan teori
hak yang sangat dekat dengan politik demokrasi, oleh sebab itu setiap
manusia tidak boleh dikorbankan demi tujuan lain selain hak asasinya dan
hak seseorang melakukan kewajibannya. Sejauh
yang diketahui, pada prinsipnya, sebuah tayangan iklan di televisi
(khususnya) harus patuh pada aturan-aturan perundang-undangan yang
bersifat mengikat serta taat dan tunduk pada tata krama iklan yang
sifatnya memang tidak mengikat. Siaran iklan
adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat
tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan
oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang
bersangkutan. Siaran iklan niaga dilarang yang melanggar (Pasal 46 ayat (3) UU Penyiaran), yaitu :
- promosi yang dihubungkan dengan ajaran suatu agama, ideologi, pribadi dan/atau kelompok, yang menyinggung perasaan dan/atau merendahkan martabat agama lain, ideologi lain, pribadi lain, atau kelompok lain
- promosi minuman keras atau sejenisnya dan bahan atau zat adiktif;
- promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;
- hal-hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat dan nilai-nilai agama; dan/atau
- eksploitasi anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun.
Selain
taat dan patuh pada aturan perundang-undangan di atas, pelaku iklan
juga diminta menghormati tata krama yang diatur dalam Etika Pariwara
Indonesia (EPI). Didalam EPI juga diberikan beberapa prinsip tentang
keterlibatan anak-anak di bawah umur, apalagi Balita. Berikut adalah
prinsip-prinsipnya, yaitu :
· Anak-anak
tidak boleh digunakan untuk mengiklankan produk yang tidak layak
dikonsumsi oleh anak-anak, tanpa didampingi orang dewasa.
· Iklan
tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam adegan-adegan yang
berbahaya, menyesatkan atau tidak pantas dilakukan oleh anak-anak.
· Iklan tidak boleh menampilkan anak-anak sebagai penganjur bagi penggunaan suatu produk yang bukan untuk anak-anak.
· Iklan
tidak boleh menampilkan adegan yang mengeksploitasi daya rengek
anak-anak dengan maksud memaksa para orang tua untuk mengabulkan
permintaan anak-anak mereka akan produk terkait.
2. Kesimpulan
Dalam
kasus ini, persoalan bukan pada bintang iklan (Sule) yang menjadi
pemeran utama pada iklan kartu AS dan kartu XL yang saling menyindir
satu sama lain, karena hak seseorang untuk melakukan kewajibannya dan
manusia tidak boleh dikorbankan demi tujuan lain selain hak asasinya.
Dimana yang dimaksud adalah Sule yang mempunyai haknya sebagai manusia.
Sejauh yang diketahui Sule tidak melakukan pelanggaran kode etika pariwara Indonesia (EPI).
Dalam
etika pariwara Indonesia juga diberikan tentang keterlibatan anak-anak
dibawah umur, tetapi kedua provider ini tetap menggunakan anak-anak
sebagai bintang iklan, bukan hanya itu tetapi iklan yang ditampilkan
juga tidak boleh mengajarkan anak-anak tentang hal-hal yang menyesatkan
dan tidak pantas dilakukan anak-anak, seperti yang dilakukan provider XL
dan AS yang mengajarkan bintang iklannya untuk merendahkan pesaing
dalam bisnisnya. Hal yang dilakukan kedua kompetitor ini tentu telah
melanggar prinsip-prinsip EPI dan harusnya telah disadari oleh kedua
kompetitor ini, dan harus segera menghentikan persaingan tidak sehat
ini.
Kedua
kompetitor provider ini melanggar prinsip-prinsip dan aturan-aturan
kode etik dan moral untuk mencapai tujuannya untuk mendapatkan
keuntungan lebih dan menguasai pasaran dimasyarakat yang diberi
kebebasan luas untuk melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam
pembangunan ekonomi serta telah diberi kesempatan pada usaha-usaha
tertentu untuk melakukan penguasaan pangsa pasar secara tidak wajar.
Keadaan tersebut didukung oleh orientasi bisnis yang tidak hanya pada
produk, promosi dan kosumen tetapi lebih menekankan pada persaingan
sehingga etika bisnis tidak lagi diperhatikan dan akhirnya telah menjadi
praktek monopoli. Padahal telah dibuat undang-undang yang mengatur
tentang persaingan bisnis, yaitu UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, tetapi kedua
kompetitor ini mengabaikan Undang-Undang yang telah dibuat.
Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis kedua kompetitor provider ini
sering juga terjadi karena peluang-peluang yang diberikan oleh
peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan disalah gunakan
dalam pelaksanaannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang melanggar etika bisnis dalam menjalankan bisnisnya.
Dalam
kasus ini, kedua provider menyadari mereka telah melanggar
peraturan-peraturan dan prinsip-prinsip dalam Perundang-undangan. Dimana
dalam salah satu prinsip etika yang diatur di dalam EPI, terdapat sebuah prinsip bahwa “Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.” Sebagaimana
banyak diketahui, iklan-iklan antar produk kartu seluler di Indonesia
selama ini kerap saling sindir dan merendahkan produk kompetitornya untuk menjadi provider yang terbaik di Indonesia. Pelanggaran
yang dilakukan kedua provider ini tentu akan membawa dampak yang buruk
bagi perkembangan ekonomi, bukan hanya pada ekonomi tetapi juga
bagaimana pendapat masyarakat yang melihat dan menilai kedua provider
ini secara moral dan melanggar hukum dengan saling bersaing dengan cara
yang tidak sehat. Kedua
kompetitor ini harusnya professional dalam menjalankan bisnis, bukan
hanya untuk mencari keuntungan dari segi ekonomi, tetapi harus juga
menjaga etika dan moralnya dimasyarakat yang menjadi konsumen kedua
perusahaan tersebut serta harus mematuhi peraturan-peraturan yang dibuat.T